Kategori
Sains

Gerhana Matahari Cincin Tidak Bisa saksikan di Jakarta

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan DKI Jakarta tidak akan dilalui Gerhana Matahari Cincin (GMC). BMKG mengatakan hal itu terjadi karena nilai magnitudo GMC di Jakarta kurang dari 0.

“Sementara itu pengamat yang berada di antara garis oranye dan ungu (Peta lintasan Gerhana Matahari Cincin 21 Juni 2020 di Indonesia), yaitu di 50 kota yang tersebar di Papua, Papua Barat, dan sebagian besar Maluku tidak akan mengamati kontak akhir,” kutip BMKG.

Di sisi lainnya, BMKG mengatakan waktu kejadian gerhana di setiap lokasi akan berbeda-beda. Berdasarkan peta waktu kontak awal GMC 21 Juni 2020 di Indonesia, waktu mulai gerhana paling awal adalah di Sabang, Aceh, yang terjadi pada pukul 13.16.00,5 WIB.

“Adapun waktu Kontak Akhir paling awal akan terjadi di Tais, Bengkulu yang terjadi pada pukul 15.06.39,8 WIB dan waktu Kontak Akhir paling akhir akan terjadi di Melonguane, Sulawesi Utara, pada pukul 17.31.44,9 WITA,” kata BMKG.

Selain DKI dan Yogyakarta, BMKG menyampaikan sejumlah daerah yang tidak akan bisa menyaksikan fenomena GMC adalah dua kota di Bengkulu, tujuh kota di Lampung, sepuluh kota Jawa Tengah, tujuh kota di Jawa Timur, semua kota di Jawa Barat (terkecuali Indramayu), dan Banten.

Lebih lanjut, BMKG juga menyampaikan tujuh kota di Papua juga tidak dapat mengamati puncak dan kontak akhir GMC. Sebab, BMKG berkata matahari sudah terbenam ketika kedua fase itu terjadi.

Adapun kota yang waktu mulai gerhananya paling akhir adalah di Kepanjen, Jawa Timur, yaitu pukul 15.19.49,3 WIB.

Karena perbedaan kontak awal, BMKG menyampaikan puncak juga akan berbeda di setiap wilayah. Di Indonesia, daerah yang akan mengalami waktu saat puncak gerhana paling awal adalah kota Sabang, Aceh, yang terjadi pada pukul 14.34.52,4 WIB. Adapun kota yang akan mengalami waktu puncak paling akhir adalah Agats, Papua, yaitu pukul 17.37.26,3 WIT.

GMC Selanjutnya Tahun 2031

BMKG menyampaikan GMC yang bisa diamati di Indonesia akan berlangsung pada 21 Mei 2031. Berdasarkan pengamatan, jalur cincin GMC pada tahun tersebut melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

“Serta GMC 14 Oktober 2042 yang jalur cincinnya melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Tmur,” kata BMKG.

BMKG menjelaskan gerhana dapat diprediksi waktu dan tempat kejadiannya. Untuk memprediksi keberulangannya secara global, gerhana dikelompokkan ke dalam suatu kelompok yang disebut siklus Saros.

Gerhana-gerhana pada siklus Saros tertentu akan berulang hampir setiap 18 tahun 11 hari 8 jam. Dua gerhana berdekatan dalam satu siklus Saros yang sama, konfigurasi posisi Matahari, Bulan, dan Buminya akan hampir sama.

“Karena itu pola peta gerhana global kedua gerhana tersebut akan mirip, meskipun lokasi visibilitas gerhananya berbeda,” kata BMKG.

Meskipun peristiwa GMC di suatu lokasi dapat diprediksi dengan baik, BMKG menyampaikan peristiwa tersebut tidak berulang di lokasi tersebut dengan siklus tertentu. GMC sebelumnya yang dapat diamati di Indonesia adalah GMC 22 Agustus 1998, yang jalur cincinnya melewati Sumatera bagian Utara dan Kalimantan bagian Utara.

Selain itu, GMC 26 Januari 2009 yang jalur cincinnya melewati Sumatera bagian Selatan dan Kalimantan. Kemudian GMC 26 Desember 2019 yang jalur cincinnya melewati Sumatera bagian Utara dan Kalimantan bagian Utara.

Sebanyak dua kota di Bengkulu, tujuh kota di Lampung, sepuluh kota Jawa Tengah, tujuh kota di Jawa Timur, semua kota di Jawa Barat (kecuali Indramayu), Banten, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta, tak bisa menyaksikan gerhana ini.

Lebih lanjut, BMKG  menyampaikan tujuh kota di Papua juga tidak dapat mengamati puncak dan kontak akhir Gerhana Matahari mengingat matahari di kawasan itu sudah terbenam saat kedua fase itu terjadi.

“Sementara itu pengamat yang berada di antara garis oranye dan ungu, yaitu di 50 kota yang tersebar di Papua, Papua Barat, dan sebagian besar Maluku tidak akan mengamati kontak akhir,” kutip BMKG.

Di sisi lain, BMKG menyampaikan  432 pusat kota dan kabupaten di 31 provinsi akan meyaksikan Gerhana Matahari Sebagian. Hal itu terjadi karena magnitudo GMC terentang antara 0,000 di Kepanjen, Jawa Timur sampai dengan 0,522 di Melonguane, Sulawesi Utara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *